Masih saja
buku itu dalam genggaman tangan Anisa namun sedari tadi ia hanya melihat
sampulnya saja. Ia memang lebih tertarik
membaca “Fan Fiction” yang berisi cerita-cerita remaja ketimbang membaca buku
seperti itu. Anisa yang sedari tadi duduk dan bersantai di sebuah taman kecil
yang tak jauh dari kelas, sekali lagi ia perhatikan judul buku itu “MUSLIMAH
SEJATI” kira-kira apa maksud dari buku ini? Mengapa aku harus membacanya? Belum
sempat berpikir lebih panjang Anisa langsung meletakkan buku itu disampingnya
dan menyandarkan tubuhnya lalu memasang headset
ke bagian saluran pendengarannya. Sambil mendengarkan lagu dari Demi Lovato
“Different Summers” ia rasa terik matahari siang ini begitu panas. Segera saja
Anisa merogoh tas ranselnya dan mengambil sebuah tempat pensil kecil dengan
motif volkadot putih biru. Ia membuka
tempat pensil itu dan mengambil ikat rambut berwarna putih. Rambutnya yang
sedari tadi tergerai panjang dan membuatnya gerah kini sudah di ikatnya sehingga sekarang hampir menyerupai ekor kuda.
Tiba-tiba Anisa mendengar suara lembut dan sapaan hangat menyapanya siang ini.
“Assalamu Alaikum Anisa..” begitulah sapaan awal yang selalu di ucapkan oleh perempuan yang kesehariannya selalu berpakaian tertutup dengan jilbab hampir menutup tubuh bagian atasnya.
“Waalaikum Salam kak Fatimah. Maaf buku yang kakak berikan kemarin belum sempat Anisa baca. Soalnya kemarin PR Anisa banyak banget kak.”
“Oh iya tidak apa-apa, nanti kalau Anisa lagi free bukunya di baca yah. Tapi kak Fatimah tidak mau Anisa cuma sekedar membacanya saja, Anisa harus paham dengan isi buku itu.” Lalu dia pun tersenyum kepada Anisa.
Anisa membalas senyuman itu dengan mengedipkan mata seraya berkata “okey kak, pasti buku itu akan Anisa baca demi kak Fatimah”
“Kok demi kak Fatimah sih? Ini kan demi kebaikan kamu...”
“Aku? Loh kok aku kak? Terheran-heran.
“ Ya sudah, kamu baca saja dulu” kemudian menyelipkan poni Anisa ke belakang kuping. “Kalau begitu kakak pergi dulu” sambung kak Fatimah.
“Assalamu Alaikum Anisa..” begitulah sapaan awal yang selalu di ucapkan oleh perempuan yang kesehariannya selalu berpakaian tertutup dengan jilbab hampir menutup tubuh bagian atasnya.
“Waalaikum Salam kak Fatimah. Maaf buku yang kakak berikan kemarin belum sempat Anisa baca. Soalnya kemarin PR Anisa banyak banget kak.”
“Oh iya tidak apa-apa, nanti kalau Anisa lagi free bukunya di baca yah. Tapi kak Fatimah tidak mau Anisa cuma sekedar membacanya saja, Anisa harus paham dengan isi buku itu.” Lalu dia pun tersenyum kepada Anisa.
Anisa membalas senyuman itu dengan mengedipkan mata seraya berkata “okey kak, pasti buku itu akan Anisa baca demi kak Fatimah”
“Kok demi kak Fatimah sih? Ini kan demi kebaikan kamu...”
“Aku? Loh kok aku kak? Terheran-heran.
“ Ya sudah, kamu baca saja dulu” kemudian menyelipkan poni Anisa ke belakang kuping. “Kalau begitu kakak pergi dulu” sambung kak Fatimah.
Dan ternyata itulah
percakapan terakhir antara kak Fatimah dengan Anisa karena kini kak Fatimah
mulai sibuk untuk mempersiapkan Ujian Nasionalnya. Hingga pada akhirnya kak
Fatimah lulus dan meninggalkan sekolah tersebut tanpa ada salam perpisahan baik
dari kak Fatimah maupun Anisa. Ditambah lagi dengan kak Fatimah yang mulai
sibuk dan ingin serius dengan dunia perkuliahannya serta Anisa yang juga sibuk
dengan hobi barunya yang dulunya sering membaca Fan fiction tapi sekarang ia
mengembangkannya dengan menulis cerita-cerita pendek yang sebagian besar
terinspirasi dari fan fiction yang pernah ia baca.
*****
Hari ini ibu dan adik
Anisa membereskan beberapa tempat di rumahnya yang dianggap cukup berantakan
salah satu sasarannya adalah kamar Anisa yang sebenarnya sebagai kamar seorang
gadis remaja wanita, tidak sepatutnya kamarnya dibiarkan berantakan seperti
itu. Sebenarnya ibu Anisa sudah berkali-kali menegur Anisa untuk membersihkan
dan merapikan kamarnya setiap memiliki waktu luang. Tapi Anisa hanya menganggap
teguran ibunya hanyalah angin lalu.
“Ya ampun kenapa tiap kali mama masuk, kamar kamu masih berantakan seperti ini. Seharusnya kamu sebagai anak gadis merasa risih dengan keadaan kamar yang seperti ini Anisa!”
Anisa hanya mengabaikan perkataan ibunya bahkan memilih untuk keluar dari kamar tersebut dan menuju ke teras belakang rumahnya untuk melanjutkan aktivitasnya membuat cerpen. Sementara itu, adik Anisa tampak sibuk membereskan kamar Anisa yang begitu berantakan. Tampak tumpukan majalah usang di bawah meja belajar, adik Anisa pun langsung mengambilnya dan memasukkan di dalam kardus. Ketika adik Anisa ingin beralih untuk membereskan yang lain, ia melihat masih ada satu buku di atas meja. Ia beranggapan bahwa kakaknya bukan tipe orang yang suka membaca buku setebal itu. Ia pun lalu mengambil buku itu dan menaruhnya di dalam kardus tadi. Berselang beberapa lama, kamar Anisa pun sudah tampak berubah drastis bahkan Anisa sendiri mungkin tidak akan mengenali kamarnya lagi. Selesai membereskan kamar Anisa, ibu Anisa menyuruh adik Anisa membawa kardus yang berisi barang-barang yang sudah tidak di pakai lagi untuk di letakkan di gudang.
“Ya ampun kenapa tiap kali mama masuk, kamar kamu masih berantakan seperti ini. Seharusnya kamu sebagai anak gadis merasa risih dengan keadaan kamar yang seperti ini Anisa!”
Anisa hanya mengabaikan perkataan ibunya bahkan memilih untuk keluar dari kamar tersebut dan menuju ke teras belakang rumahnya untuk melanjutkan aktivitasnya membuat cerpen. Sementara itu, adik Anisa tampak sibuk membereskan kamar Anisa yang begitu berantakan. Tampak tumpukan majalah usang di bawah meja belajar, adik Anisa pun langsung mengambilnya dan memasukkan di dalam kardus. Ketika adik Anisa ingin beralih untuk membereskan yang lain, ia melihat masih ada satu buku di atas meja. Ia beranggapan bahwa kakaknya bukan tipe orang yang suka membaca buku setebal itu. Ia pun lalu mengambil buku itu dan menaruhnya di dalam kardus tadi. Berselang beberapa lama, kamar Anisa pun sudah tampak berubah drastis bahkan Anisa sendiri mungkin tidak akan mengenali kamarnya lagi. Selesai membereskan kamar Anisa, ibu Anisa menyuruh adik Anisa membawa kardus yang berisi barang-barang yang sudah tidak di pakai lagi untuk di letakkan di gudang.
Lain halnya Anisa yang
sedari tadi sibuk membuat cerpen di teras belakang ia baru menyadari kalau ternyata dirinya sudah mampu
menyelesaikan cerpen dalam waktu 2 jam. Waktu tersingkat yang ia gunakan dalam
hidupnya untuk membuat cerpen. Ia pun spontan membuat tweet di akun twitternya “Yes,
I did it”. Baru saja
tweet itu terkirim, tiba-tiba 1 Direct Message masuk dan itu dari seseorang
yang dulunya cukup akrab dan sekarang sudah tidak pernah berkomunikasi dengan
Anisa.
“Assalamu alaikum Anisa.. masih ingat dengan kakak?” isi Direct Message dari orang tersebut.
Anisa merasa heran dengan seseorang yang mengirim Direct Message tersebut karena dia merasa tidak mengenali nama akun twitter orang itu. Reflex,Anisa membuka profil twitter orang tersebut dan Anisa pun terkejut saat melihat Ava twitter orang tersebut ia merasa tidak asing dengan Ava itu. Dia mulai menatap Ava itu lekat-lekat dan akhirnya tersentak saat menyadari kalau orang yang mengirim Direct Message kepadanya adalah kak Fatimah. Dia segera saja membalas Direct Mesaage tadi yang sempat membuatnya penasaran.
“Waalaikum salam kak, Anisa tidak mungkin lupa dengan kakak. By the way, bagaimana kabar kakak sekarang?”
setelah 10 menit berlalu tidak ada respon dari kak Fatimah dan membuat Anisa menjadi suntuk untuk menunggu balasan dari kak Fatimah. Anisa menghentikan aktivitasnya di sosial media tersebut dan mulai beranjak menuju kamar. Sesampainya di depan pintu kamar ia terdiam dan mulai memikirkan kondisi kamarnya setelah di bereskan oleh ibu dan adiknya. Perlahan-lahan pintunya pun terbuka setelah Anisa memberi sedikit demi sedikit dorongan pada gagang pintu kamarnya. Saat pintu kamar terbuka lebar, saat itu pula matanya terbelalak ketika melihat situasi kamarnya berubah drastis bahkan letak lemari dan meja belajarnya pun berubah. Buku-buku di atas meja yang dulunya berantakan kini tersusun rapi di rak-rak buku dan tumpukan baju yang siap di cuci sudah tidak menggunung lagi seperti dulu. Beberapa detik ia tersentak dan akhirnya ia berjalan menuju meja belajarnya untuk mengambil arsip cerpen karya-karyanya. Cerpen yang tadi di buatnya selama 2 jam itu di simpan rapi di tempat arsip karya-karyanya itu. Ia pun kembali beranjak ke teras belakang untuk mengambil laptopnya yang tertinggal.
“Assalamu alaikum Anisa.. masih ingat dengan kakak?” isi Direct Message dari orang tersebut.
Anisa merasa heran dengan seseorang yang mengirim Direct Message tersebut karena dia merasa tidak mengenali nama akun twitter orang itu. Reflex,Anisa membuka profil twitter orang tersebut dan Anisa pun terkejut saat melihat Ava twitter orang tersebut ia merasa tidak asing dengan Ava itu. Dia mulai menatap Ava itu lekat-lekat dan akhirnya tersentak saat menyadari kalau orang yang mengirim Direct Message kepadanya adalah kak Fatimah. Dia segera saja membalas Direct Mesaage tadi yang sempat membuatnya penasaran.
“Waalaikum salam kak, Anisa tidak mungkin lupa dengan kakak. By the way, bagaimana kabar kakak sekarang?”
setelah 10 menit berlalu tidak ada respon dari kak Fatimah dan membuat Anisa menjadi suntuk untuk menunggu balasan dari kak Fatimah. Anisa menghentikan aktivitasnya di sosial media tersebut dan mulai beranjak menuju kamar. Sesampainya di depan pintu kamar ia terdiam dan mulai memikirkan kondisi kamarnya setelah di bereskan oleh ibu dan adiknya. Perlahan-lahan pintunya pun terbuka setelah Anisa memberi sedikit demi sedikit dorongan pada gagang pintu kamarnya. Saat pintu kamar terbuka lebar, saat itu pula matanya terbelalak ketika melihat situasi kamarnya berubah drastis bahkan letak lemari dan meja belajarnya pun berubah. Buku-buku di atas meja yang dulunya berantakan kini tersusun rapi di rak-rak buku dan tumpukan baju yang siap di cuci sudah tidak menggunung lagi seperti dulu. Beberapa detik ia tersentak dan akhirnya ia berjalan menuju meja belajarnya untuk mengambil arsip cerpen karya-karyanya. Cerpen yang tadi di buatnya selama 2 jam itu di simpan rapi di tempat arsip karya-karyanya itu. Ia pun kembali beranjak ke teras belakang untuk mengambil laptopnya yang tertinggal.
****
Hari berikutnya adalah
hari special untuk ibu Anisa, tepat pada tanggal 25 januari sungguh akan banyak
kejutan dari Anisa hari ini. Satu hari sebelumnya Anisa sudah mempersiapkan
segala sesuatunya, Sepulang sekolah Anisa langsung mengunjungi salah satu mall
untuk sekedar mencari-cari kado, ia juga menyempatkan diri untuk singgah di
sebuah toko “CAKE ROOM” yang letaknya tak jauh dari mall tersebut. Saat Anisa
sedang melangkah pelan menuju tempat pemesanan ia mulai berpikir kira-kira kue ulang
tahun dengan bentuk apa yang cocok untuk ibunya, tepat di depan tempat
pemesanan kue pelayan toko tersebut mulai melontarkan kata-kata yang setiap
hari ia lontarkan kepada seluruh pelanggan yang berkunjung ke tokonya.
“Selamat sore dik, mau pesan kue apa?” sambil melempar senyum kepada Anisa.
“Umm.. Anisa pengen pesan 1 kue ulang tahun, tapi Anisa belum tahu mengenai bentuknya” jawabnya polos.
“Oh ya sudah, kalau begitu adik lihat-lihat saja dulu bentuk-bentuknya di buku ini” Sambil menyodorkan bukunya kepada Anisa.
“Baiklah kalo begitu kak, Anisa lihat dulu.”
“Selamat sore dik, mau pesan kue apa?” sambil melempar senyum kepada Anisa.
“Umm.. Anisa pengen pesan 1 kue ulang tahun, tapi Anisa belum tahu mengenai bentuknya” jawabnya polos.
“Oh ya sudah, kalau begitu adik lihat-lihat saja dulu bentuk-bentuknya di buku ini” Sambil menyodorkan bukunya kepada Anisa.
“Baiklah kalo begitu kak, Anisa lihat dulu.”
Anisa pun sibuk mencari
bentuk kue apa yang cocok yang kira-kira disukai ibunya, dengan jeli Anisa
melihat satu demi satu bentuk kue yang terpampang di buku itu. Lembaran demi
lembaran Anisa buka, masih saja belum ia temukan yang pas untuk ibunya. Namun
ketika Anisa melihat bentuk kue persegi dengan tema Family serta hiasan kue-kue
kecil berbentuk LOVE di sisi-sisi kue tersebut, Anisa sontak mengatakan
“sempurna” sambil tersenyum kepada sahabatnya yang sedari tadi telah menemani
Anisa kesana kemari untuk membeli segala persiapan ulang tahun ibu Anisa.
****
Surprise untuk ibunya
berjalan dengan lancar, senyuman lebar dan bola kelam hitamnya tertuju pada
Anisa. Ibunya kemudian menangis haru melihat putri sulungnya yang begitu
menyayanginya. Sungguh ibunya merasa sangat beruntung memiliki anak seperti
Anisa. Anisa memeluk erat ibunya, air mata jatuh basahi pipi Anisa. Keharuan
telah terjadi di tengah malam yang sunyi. Satu kata yang ibu Anisa ucapkan saat
Anisa memintanya untuk make a wish.
“ibu ingin anak-anak ibu tumbuh menjadi wanita muslimah dan bisa membahagiakan kedua orangtuanya dengan kesuksesan yang mereka raih nanti. Amin ya AllahJ” lilin-lilin di kue itu pun di tiupnya. Setelah itu ibu Anisa mengatakan “lantas, mana kado untuk ibu ? Adik mu saja sudah memberi kado sebelum ia tidur” sambil tertawa kecil.
Mata Anisa langsung terbelalak mendengar perkataan ibunya, ia baru ingat kalau kado yang kemarin di belinya di berikan kepada adiknya yang merengek meminta kado yang di beli Anisa kemarin “ah, shit! Kadonya sudah ku berikan pada Alifah, dan aku lupa membeli yang baru untuk ibu” katanya dalam hati.
“Ibu, Anisa minta maaf Anisa lupa membeli kado untuk ibu. Tapi Anisa janji akan memberi ibu kado. Kado dari Anisa nyusul yah buu” katanya sambil memohon.
“yasudah, tidak apa-apa. Ini saja ibu sangat bersyukur. Ibu tadi bercanda kok. Sekarang Anisa kembali ke kamar, nanti telat loh bangunnya.”
“baik bu, tapi Anisa sudah janji akan memberi kado. Dan Anisa akan tepati janji Anisa pada ibu. Yasudah kalau begitu Anisa tidur dulu ya bu, good night. Happy birthday mom! J” sambil berjalan menuju pintu kamar.
“ibu ingin anak-anak ibu tumbuh menjadi wanita muslimah dan bisa membahagiakan kedua orangtuanya dengan kesuksesan yang mereka raih nanti. Amin ya AllahJ” lilin-lilin di kue itu pun di tiupnya. Setelah itu ibu Anisa mengatakan “lantas, mana kado untuk ibu ? Adik mu saja sudah memberi kado sebelum ia tidur” sambil tertawa kecil.
Mata Anisa langsung terbelalak mendengar perkataan ibunya, ia baru ingat kalau kado yang kemarin di belinya di berikan kepada adiknya yang merengek meminta kado yang di beli Anisa kemarin “ah, shit! Kadonya sudah ku berikan pada Alifah, dan aku lupa membeli yang baru untuk ibu” katanya dalam hati.
“Ibu, Anisa minta maaf Anisa lupa membeli kado untuk ibu. Tapi Anisa janji akan memberi ibu kado. Kado dari Anisa nyusul yah buu” katanya sambil memohon.
“yasudah, tidak apa-apa. Ini saja ibu sangat bersyukur. Ibu tadi bercanda kok. Sekarang Anisa kembali ke kamar, nanti telat loh bangunnya.”
“baik bu, tapi Anisa sudah janji akan memberi kado. Dan Anisa akan tepati janji Anisa pada ibu. Yasudah kalau begitu Anisa tidur dulu ya bu, good night. Happy birthday mom! J” sambil berjalan menuju pintu kamar.
****
Saat adzan subuh
berkumandang, ibu Anisa membangunkan seisi rumahnya untuk sholat berjamaah di
masjid. Kebetulan masjid itu tak begitu jauh dari rumah Anisa. Anisa yang
sedari tadi tertidur pulas sangat sukar untuk di bangunkan oleh ibunya. Adiknya
yang jail berteriak di dekat telinga Anisa “bangun kakkkkkk, bangunnnnnnnnn…”
teriakan keras yang sempat membuat Anisa kesal hingga akhirnya terbangun.
“duh Alifah, kok kakak di bangunin sepagi ini sih. Matahari aja belum nongol.” Sedikit kesal.
“kakk ini sudah adzan sholat subuh, kita semua ingin ke masjid untuk sholat berjamaah. Sekarang tinggal nunggu kakak Anisa. Ayo kak cepetannnnn.”
“Hah? Anisa juga ikutan? Anisa sholat di rumah saja ya dek”
“aduh kak Anisa ini banyak alesannya. Ibu mau kita semua sholat berjamaah di masjid. Ayo dong kak, hurry up!”
Sejenak Anisa terdiam dan berpikir kenapa ibunya begitu memaksa Anisa untuk sholat berjamaah namun Anisa langsung bergerak saat mendengar ibunya memanggilnya “Anisa udah belum nak? Nanti keburu selesai sholatnya”
“emm.. iya iya bu” Jawaban singkat dari Anisa yang dari tadi mondar mandir sambil bersiap-siap.
“duh Alifah, kok kakak di bangunin sepagi ini sih. Matahari aja belum nongol.” Sedikit kesal.
“kakk ini sudah adzan sholat subuh, kita semua ingin ke masjid untuk sholat berjamaah. Sekarang tinggal nunggu kakak Anisa. Ayo kak cepetannnnn.”
“Hah? Anisa juga ikutan? Anisa sholat di rumah saja ya dek”
“aduh kak Anisa ini banyak alesannya. Ibu mau kita semua sholat berjamaah di masjid. Ayo dong kak, hurry up!”
Sejenak Anisa terdiam dan berpikir kenapa ibunya begitu memaksa Anisa untuk sholat berjamaah namun Anisa langsung bergerak saat mendengar ibunya memanggilnya “Anisa udah belum nak? Nanti keburu selesai sholatnya”
“emm.. iya iya bu” Jawaban singkat dari Anisa yang dari tadi mondar mandir sambil bersiap-siap.
5 menit berlalu, Anisa sudah siap ke masjid untuk sholat berjamaah. Saat
sampai di masjid rasa kantuk Anisa menghilang, jiwa raganya bergetar
mendengarkan lantunan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran. Ia begitu khusyuk
mengikuti sholat subuh berjamaah. Setelah sholat subuh berjamaah Anisa pulang
ke rumah. Di perjalanan, Anisa mengatakan kepada ibunya.
“Ibu, Anisa tadi merasa sangat khusyuk saat sholat. hati Anisa bergetar dan merasakan damai ketika mendengar lantunan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran”
“huhh.. kak Anisa lebay :P” adik Anisa mengejek.
“husst sudah-sudah tidak boleh begitu Alifah, kan bagus kalo Anisa khusyuk saat sholat berarti Anisa fokus untuk ibadah” sambil tersenyum.
“Ibu, Anisa tadi merasa sangat khusyuk saat sholat. hati Anisa bergetar dan merasakan damai ketika mendengar lantunan bacaan ayat-ayat suci Al-Quran”
“huhh.. kak Anisa lebay :P” adik Anisa mengejek.
“husst sudah-sudah tidak boleh begitu Alifah, kan bagus kalo Anisa khusyuk saat sholat berarti Anisa fokus untuk ibadah” sambil tersenyum.
Setelah sampai di rumah, mereka masuk
ke kamar masing-masing. Saat berada di dalam kamar, Anisa sempat
membaringkan tubuhnya di atas kasur. Namun ia tidak memejamkan matanya,
Angannya melayang jauh teringat kembali pada kak Fatimah. “mungkin kak Fatimah bisa
memberi ku masukan mengenai kado untuk ibu” ujar Anisa dalam hati. Sontak Anisa menghidupkan laptopnya untuk
sekedar mengecek akun twitter pribadinya. Matanya menatap tajam saat melihat 1
direct message masuk di akun twitternya. Anisa sudah menduga kalau itu pasti
dari kak Fatimah. Dugaannya benar direct message itu balasan untuk pertanyaan
Anisa ke kak Fatimah yang kemarin.
“Alhamdulillah kabar kakak baik, bagaimana dengan Anisa?”
“kabar Anisa juga baik kak, emm.. kak Fatimah Anisa ingin minta pendapat. Ibu Anisa kan lagi ulang tahun lalu Anisa ingin memberikan kado special untuk ibu, Anisa ingin membelikan mukenah buat ibu. Menurut kak Fatimah bagaimana?” jawabnnya.
“kado yang bagus Anisa” jawabnya singkat.
“wah ternyata kak Fatimah sudah on sepagi ini” katanya dalam hati. Ia pun segera membalas direct message tersebut “tapiii.. Anisa tidak tahu toko yang menjual mukenah yang bagus di kota ini kak”
“kakak tahu toko yang menjual berbagai macam mukenah. Anisa nanti tinggal memilih mukenahnya saja.”
“wahh kalo begitu kapan kita bisa kesana kak? Anisa sudah tidak sabar ingin memberi kado untuk ibu”
“umm.. bagaimana kalo besok sore saja? Kak Fatimah akan jemput Anisa di sekolah, bagaimana?”
“tidak usah kak, takut ngerepotin hehe“ balasnya.
“sudah tidak usah sungkan, kakak dengan senang hati membantu AnisaJ”
“baiklah, thanks before ya kak” percakapan di direct message pun berakhir.
“Alhamdulillah kabar kakak baik, bagaimana dengan Anisa?”
“kabar Anisa juga baik kak, emm.. kak Fatimah Anisa ingin minta pendapat. Ibu Anisa kan lagi ulang tahun lalu Anisa ingin memberikan kado special untuk ibu, Anisa ingin membelikan mukenah buat ibu. Menurut kak Fatimah bagaimana?” jawabnnya.
“kado yang bagus Anisa” jawabnya singkat.
“wah ternyata kak Fatimah sudah on sepagi ini” katanya dalam hati. Ia pun segera membalas direct message tersebut “tapiii.. Anisa tidak tahu toko yang menjual mukenah yang bagus di kota ini kak”
“kakak tahu toko yang menjual berbagai macam mukenah. Anisa nanti tinggal memilih mukenahnya saja.”
“wahh kalo begitu kapan kita bisa kesana kak? Anisa sudah tidak sabar ingin memberi kado untuk ibu”
“umm.. bagaimana kalo besok sore saja? Kak Fatimah akan jemput Anisa di sekolah, bagaimana?”
“tidak usah kak, takut ngerepotin hehe“ balasnya.
“sudah tidak usah sungkan, kakak dengan senang hati membantu AnisaJ”
“baiklah, thanks before ya kak” percakapan di direct message pun berakhir.
****
Hari ini Anisa akan
pergi bersama kak Fatimah untuk membeli sebuah kado. Anisa yang sedari tadi
menunggu kak Fatimah, sibuk menengok kanan kiri. Kaki Anisa pun sama sekali tak
bisa diam. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kak Fatimah. Hampir 15
menit Anisa menunggu di taman tapi belum ada tanda-tanda kedatangan kak
Fatimah. Anisa yang mulai merasa bosan akhirnya menyandarkan sedikit tubuhnya
di sandaran kursi sambil memasang headset ke bagian saluran pendengarannya.
Terlintas kembali di benaknya suasana di taman ini setahun yang lalu. Saat ia
tengah asyik melamun tiba-tiba seseorang mengejutkannya dari belakang.
“dorrrr!!!!!! assalamu alaikum AnisaJ” begitulah sapaan awal setiap kali ia bercakap dengan wanita ini.
“eh copot copot , Ya ampun kak Fatimah bikin kaget saja. Waalaikum salam kak” jawabnya latah.
“hahahaa Anisa ternyata latah yah?”
“duhh jangan gitu dong kak, Anisa jadi malu nih kan memang begitu kalo pas ngelamun trus di kagetin pasti Anisa latah” jawabnya polos serta pipinya mulai memerah menahan malu.
“salah sendiri melamun di siang bolong seperti ini” tertawa kecil sambil memegangi kepala Anisa.
“iya deh kak, Anisa memang salah. Yaudah sekarang kita berangkat yuk kak” Anisa langsung mengajak kak Fatimah untuk segera pergi ke tempat penjual berbagai macam mukenah serta hijab tersebut.
“dorrrr!!!!!! assalamu alaikum AnisaJ” begitulah sapaan awal setiap kali ia bercakap dengan wanita ini.
“eh copot copot , Ya ampun kak Fatimah bikin kaget saja. Waalaikum salam kak” jawabnya latah.
“hahahaa Anisa ternyata latah yah?”
“duhh jangan gitu dong kak, Anisa jadi malu nih kan memang begitu kalo pas ngelamun trus di kagetin pasti Anisa latah” jawabnya polos serta pipinya mulai memerah menahan malu.
“salah sendiri melamun di siang bolong seperti ini” tertawa kecil sambil memegangi kepala Anisa.
“iya deh kak, Anisa memang salah. Yaudah sekarang kita berangkat yuk kak” Anisa langsung mengajak kak Fatimah untuk segera pergi ke tempat penjual berbagai macam mukenah serta hijab tersebut.
Di jalan, kak Fatimah
sempat menanyakan buku yang waktu itu ia berikan pada Anisa.
“Anisa kamu belum membaca buku yang kakak berikan waktu itu ya?”
“hah? Ya ampun, Anisa lupa kak. Anisa minta maaf ya kak tapi anisa janji akan baca buku itu sepulang dari membeli mukenahL” Anisa baru tersadar akan buku itu.
“Anisaa..Anisaa kenapa bukunya belum dibaca? Pantas saja kakak belum melihat perubahan sedikit pun” katanya sambil menggelengkan kepala.
“perubahan? Perubahan apa kak?” Anisa tampak serius bertanya. Namun lagi-lagi kak Fatimah mengalihkan pembicaraan hingga akhirnya rasa penasaran anisa makin mendalam di hatinya.
“kamu lihat saja nanti, eh kita sudah sampai. Ini dia toko yang kakak maksud.”
Dalam hati, Anisa berkata “aku harus membaca buku itu, agar rasa penasaran ku hilang”
“Anisa kamu belum membaca buku yang kakak berikan waktu itu ya?”
“hah? Ya ampun, Anisa lupa kak. Anisa minta maaf ya kak tapi anisa janji akan baca buku itu sepulang dari membeli mukenahL” Anisa baru tersadar akan buku itu.
“Anisaa..Anisaa kenapa bukunya belum dibaca? Pantas saja kakak belum melihat perubahan sedikit pun” katanya sambil menggelengkan kepala.
“perubahan? Perubahan apa kak?” Anisa tampak serius bertanya. Namun lagi-lagi kak Fatimah mengalihkan pembicaraan hingga akhirnya rasa penasaran anisa makin mendalam di hatinya.
“kamu lihat saja nanti, eh kita sudah sampai. Ini dia toko yang kakak maksud.”
Dalam hati, Anisa berkata “aku harus membaca buku itu, agar rasa penasaran ku hilang”
Anisa mulai mengembangkan
senyumnya ketika mulai memasuki toko tersebut, matanya tidak berhenti menengok kanan
kiri. Hatinya merasakan teduh yang amat mendalam saat berada di tempat, seperti
halnya saat ia menatap wanita muslimah yang sedang berada di sampingnya itu.
****
Anisa sangat sibuk
melihat orang-orang yang berlalu lalang di depannya, sungguh ramai toko ini akan
pengunjung. Berdesak-desakan sempat Anisa rasakan saat ingin ke bagian mukenah. Hingga pada
akhirnya Anisa berhasil berdiri di salah satu mukenah. Kembali anisa menatap
lekat-lekat sebuah mukenah putih dengan model yang begitu simple. Anisa mulai
membayangkan saat mukenah itu di pakai oleh ibunya. “pasti ibu akan terlihat
cantik memakai mukenah yang ini walau pun mukenah nya terlihat simple” ujar
Anisa dalam hati. Setelah hatinya mantap memilih mukenah itu, ia pun berjalan cepat
menuju ke tempat kak Fatimah yang sedari tadi menunggunya.
“kak, anisa sudah dapat mukenah nya” Anisa tersenyum manis pada kak Fatimah.
“coba kak Fatimah lihat mukenahnya?”
“ini kakkkk..” sambil menyodorkan mukenah itu ke tangan kak Fatimah.
“wahh, ternyata Anisa memilih mukenah yang modelnya simple saja yah? Tapi kakak setuju dengan pilihan Anisa, seorang wanita memang tidak pantas memakai sesuatu yang terlihat mencolok karena akan menjadikan wanita itu pusat perhatian dan itu sangat di larang oleh Allah swt.”
“oh begitu ya kak? Anisa baru tahu akan hal itu.”
“hmm.. karena Anisa sudah tahu, Anisa harus mengamalkannya. Sudah, sekarang kita ke kasir yuk”
Anisa hanya memandang kak Fatimah dengan senyumnya yang penuh arti. Ia begitu terkagum-kagum pada kakak kelasnya ini. Terlihat dewasa berbeda dengan Anisa yang terkadang masih labil.
“kak, anisa sudah dapat mukenah nya” Anisa tersenyum manis pada kak Fatimah.
“coba kak Fatimah lihat mukenahnya?”
“ini kakkkk..” sambil menyodorkan mukenah itu ke tangan kak Fatimah.
“wahh, ternyata Anisa memilih mukenah yang modelnya simple saja yah? Tapi kakak setuju dengan pilihan Anisa, seorang wanita memang tidak pantas memakai sesuatu yang terlihat mencolok karena akan menjadikan wanita itu pusat perhatian dan itu sangat di larang oleh Allah swt.”
“oh begitu ya kak? Anisa baru tahu akan hal itu.”
“hmm.. karena Anisa sudah tahu, Anisa harus mengamalkannya. Sudah, sekarang kita ke kasir yuk”
Anisa hanya memandang kak Fatimah dengan senyumnya yang penuh arti. Ia begitu terkagum-kagum pada kakak kelasnya ini. Terlihat dewasa berbeda dengan Anisa yang terkadang masih labil.
****
Setelah membayar, Anisa
dan kak Fatimah keluar dari toko itu. Kak Fatimah pun mengajak Anisa ke salah
satu tempat makan yang letaknya tak jauh dari toko tadi.
“kita kesana yuk, kakak
laper nih” sambil memegang perutnya.
“umm.. ayo kak. Anisa juga lapar hehe”
“umm.. ayo kak. Anisa juga lapar hehe”
Sesampainya disana,
mereka pun langsung memesan makanan. Sambil menunggu makanan datang, kak
Fatimah pun memberikan Anisa sesuatu.
“Anisa, ini kado dari kak fatimah untuk kamu dan ibu kamu. Maaf kak Fatimah cuma bisa memberikan ini.” menyodorkan kado itu pada Anisa.
“loh kok Anisa juga di kasi kado? Kan yang ulang tahun cuma ibu.” terheran-heran.
“anggap saja ini kado dari kakak, siapa tahu kita tidak bisa ketemu lagi. Kakak lagi sibuk akhir-akhir ini” ujarnya.
“oh baiklah kak. Kalau begitu makasih banyak yah kak. Kakak memang paling baik” puji Anisa. Kak Fatimah hanya tersenyum mendengar pujian yang di lontarkan Anisa.
“Anisa, ini kado dari kak fatimah untuk kamu dan ibu kamu. Maaf kak Fatimah cuma bisa memberikan ini.” menyodorkan kado itu pada Anisa.
“loh kok Anisa juga di kasi kado? Kan yang ulang tahun cuma ibu.” terheran-heran.
“anggap saja ini kado dari kakak, siapa tahu kita tidak bisa ketemu lagi. Kakak lagi sibuk akhir-akhir ini” ujarnya.
“oh baiklah kak. Kalau begitu makasih banyak yah kak. Kakak memang paling baik” puji Anisa. Kak Fatimah hanya tersenyum mendengar pujian yang di lontarkan Anisa.
Tak lama menunggu
makanan pun datang, Anisa makan dengan lahapnya. Itu menandakan kalau ia memang
sangat lapar.
Setelah makan, Anisa
dan kak Fatimah akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Di teras rumah, ibu
Anisa terlihat cemas dengan anisa yang belum pulang juga. Tapi saat Anisa sudah
terlihat dari kejauhan, ibunya pun tersenyum lega. Sesampainya di rumah, Anisa
langsung memberikan kado dari ia dan kak Fatimah. Ibunya tersenyum dan memeluk
Anisa seraya mengucapkan kata “terima kasih” pada anak sulungnya itu. Anisa pun
memeluk erat ibunya. Setelah memberi ibunya kado, Anisa langsung menuju
kamarnya dan langsung mencari buku itu. Ia mencari buku itu di sejumlah deretan
buku yang sudah tersusun rapi, di kolong meja belajarnya hingga ia mencarinya
di dalam lemari namun ia tidak menemukannya. ia begitu khawatir kalau-kalau buku
itu hilang. Anisa bisa sangat menyesal. Saking pentingnya buku itu, Anisa juga
membuat ibunya sibuk mencari. Seluruh penjuru rumah sudah ibunya periksa namun
buku itu tidak juga di temukan. Anisa mulai tertunduk lesu, mukanya terlihat
sangat kecewa. Hingga sang adik kembali menjailinya dengan mengagetkan Anisa.
“kak Anisaaa!!!!!” sambil menepuk pundak kakaknya dari belakang.
Kembali Anisa latah “eh copot-copot , ish Alifah kakak lagi sibuk berpikir nih. Arggh”
“apanya yang copot kak? Hahahaa bercanda. Btw kakak lagi mikirin apa?”
“buku dari kak Fatimah hilang, kakak naruh bukunya di atas meja belajar. Kamu liat nggak dek?”
“kak Anisaaa!!!!!” sambil menepuk pundak kakaknya dari belakang.
Kembali Anisa latah “eh copot-copot , ish Alifah kakak lagi sibuk berpikir nih. Arggh”
“apanya yang copot kak? Hahahaa bercanda. Btw kakak lagi mikirin apa?”
“buku dari kak Fatimah hilang, kakak naruh bukunya di atas meja belajar. Kamu liat nggak dek?”
“hmm.. tunggu Alifah
pikir-pikir dulu.” Tak lama kemudian “kak, Alifah baru ingat pada saat Alifah
ngeberesin kamar kakak, Alifah lihat satu buku tebal di atas meja belajar
kakak. Buku itu Alifah simpan di kardus, mungkin ibu sudah menyimpannya di
gudang.” Alifah perkirakan buku yang di cari oleh kakaknya adalah buku yang di
maksud Alifah.
“di gudang? Dalam kardus? Ya ampun alifahh kenapa kamu taruh di dalam kardus. Kan bisa saja kamu menaruhnya di deretan buku-buku ini.” Sambil menunjuk sejumlah deretan buku yang ada di meja belajarnya.
“emm.. maaf kak, Alifah yang salah. Alifah beranggapan kalau kak Anisa pasti tidak suka membaca buku setebal itu makanya Alifah taruh saja di dalam kardus. Alifah minta maaf ya kak” ia merasa sangat bersalah pada Anisa.
karena tidak tega melihat adiknya yang sudah sangat merasa bersalah, lantas Anisa berkata “ya sudah tidak apa-apa, sekarang tolong bantu kakak mencari buku itu di gudang”
“di gudang? Dalam kardus? Ya ampun alifahh kenapa kamu taruh di dalam kardus. Kan bisa saja kamu menaruhnya di deretan buku-buku ini.” Sambil menunjuk sejumlah deretan buku yang ada di meja belajarnya.
“emm.. maaf kak, Alifah yang salah. Alifah beranggapan kalau kak Anisa pasti tidak suka membaca buku setebal itu makanya Alifah taruh saja di dalam kardus. Alifah minta maaf ya kak” ia merasa sangat bersalah pada Anisa.
karena tidak tega melihat adiknya yang sudah sangat merasa bersalah, lantas Anisa berkata “ya sudah tidak apa-apa, sekarang tolong bantu kakak mencari buku itu di gudang”
Saat memasuki gudang,
hal pertama yang ia lihat adalah beberapa tumpukan kardus yang mulai berdebu.
Anisa pun langsung bertanya kepada Alifah.
“dik, buku itu kamu simpan di kardus yang mana?”
“umm. Alifah sudah tidak ingat kak.” Mukanya datar melihat kardus-kardus itu.
“hmm… kalau begitu kita bongkar saja satu-satu kardus ini. Bagaimana?”
“Alifah segera saja mengatakan “iya kak, setujuuu setujuuu!”
“dik, buku itu kamu simpan di kardus yang mana?”
“umm. Alifah sudah tidak ingat kak.” Mukanya datar melihat kardus-kardus itu.
“hmm… kalau begitu kita bongkar saja satu-satu kardus ini. Bagaimana?”
“Alifah segera saja mengatakan “iya kak, setujuuu setujuuu!”
Hampir setengah jam mereka membongkar satu demi satu kardus itu. Tinggal
ada satu kardus, Anisa sudah sangat yakin buku itu berada di kardus ini. Ia pun
langsung membuka kardus itu tanpa memperdulikan adiknya yang sibuk membereskan
kardus yang sudah di buka oleh kakaknya tadi.
“Nah! Ini dia. Alhamdulillah J makasih ya dek.” Ia berbalik arah memeluk adiknya.
“iya kak.. maafin Alifah ya”
“iyaa dik, kakak juga minta maaf ya”
“Nah! Ini dia. Alhamdulillah J makasih ya dek.” Ia berbalik arah memeluk adiknya.
“iya kak.. maafin Alifah ya”
“iyaa dik, kakak juga minta maaf ya”
Setelah berpelukan,
mereka berdua segera membersihkan kardus-kardus itu dan kembali ke ruang
keluarga untuk berkumpul bersama ibunya. Anisa langsung membaca buku itu. Ia
begitu focus membaca buku itu, hatinya terketuk saat membaca pembahasan pertama
di buku itu “PELINDUNGKU”. Ia tersadar akan dosa besar yang selama ini
menghampirinya, Anisa pun teringat akan kejadian-kejadian saat bersama kak
Fatimah. Sekarang Anisa mengetahui maksud dari kak Fatimah. “BERHIJAB DAN ISTIQOMAH”
itulah maksud kak Fatimah yang selama ini sempat membuatnya penasaran setengah
mati. Lembaran demi lembaran ia baca, saat membuka lembaran terakhir, sepucuk
surat bermotif volkadot putih biru terselip di sela-sela lembaran terakhir.
Anisa pun segera membaca surat itu.
“Assalamu Alaikum Anisa.. buku ini akan mengajarkan mu segala sesuatu yang mungkin kamu belum ketahui, oh iya kakak juga punya satu hadiah tolong kamu gunakan itu jika kamu ingin bertemu dengan kakak. Pasti kamu akan terlihat lebih cantik” Isi surat dari kak Fatimah.
“Assalamu Alaikum Anisa.. buku ini akan mengajarkan mu segala sesuatu yang mungkin kamu belum ketahui, oh iya kakak juga punya satu hadiah tolong kamu gunakan itu jika kamu ingin bertemu dengan kakak. Pasti kamu akan terlihat lebih cantik” Isi surat dari kak Fatimah.
Mata Anisa berkaca-kaca, sempat ia berpikir kenapa ia baru membaca buku
ini sekarang. Tapi Anisa tidak melanjutkan untuk berpikir panjang ia segera
saja membuka kado yang di berikan oleh kak Fatimah waktu itu. Setelah Anisa
membukanya, tampak sebuah jilbab panjang berwarna putih. Anisa tak bisa lagi
membendung air matanya. Isak tangisnya terdengar hingga ke sudut ruangan. Anisa
pun berlari ke depan cermin sambil menggunakan jilbab itu, “sungguh hati ku
merasakan damai, aku juga merasa terlindungi menggunakan hijab ini.” katanya
dalam hati.
Tiba-tiba handphone Anisa berdering dan itu telepon dari kak Fatimah.
“Assalamu Alaikum kak Fatimah” sapa Anisa masih terisak.
“waalaikum salam nak, ini Anisa ya? Anisa bisa ke rumah sekarang tidak? Kak Fatimah ingin bertemu Anisa untuk terakhir kalinya.”
“memangnya ada apa dengan kak Fatimah?”
“sudahlah nak, nanti tante akan ceritakan. Sebaiknya kamu kerumah saja ya sekarang. Waalaikum salam” terdengar suara tangisan yang di tahan oleh ibu kak Fatimah.
“Assalamu Alaikum kak Fatimah” sapa Anisa masih terisak.
“waalaikum salam nak, ini Anisa ya? Anisa bisa ke rumah sekarang tidak? Kak Fatimah ingin bertemu Anisa untuk terakhir kalinya.”
“memangnya ada apa dengan kak Fatimah?”
“sudahlah nak, nanti tante akan ceritakan. Sebaiknya kamu kerumah saja ya sekarang. Waalaikum salam” terdengar suara tangisan yang di tahan oleh ibu kak Fatimah.
Anisa langsung berganti pakaian dan menggunakan jilbab yang di berikan
oleh kak Fatimah. Sesampainya di rumah kak Fatimah, terlihat ramai dari luar
sehingga menimbulkan banyak pertanyaan di benak Anisa. Saat memasuki rumah kak
Fatimah, sontak Anisa terdiam lalu histeris melihat kak Fatimah yang terbaring
kaku di tutupi kain kafan. “kak Fatimahhhhhhhhh…” isak tangisnya semakin
kencang saat ia tersadar kalau kak Fatimah sudah tidak menjawabnya. Anisa
sangat menyesal akan ketidaksadarannya selama ini. “kak Fatimah jangan pergi
dulu, kak Fatimah coba lihat Anisa sekarang. Anisa sudah berhijab kak” tangis
Anisa semakin kencang, tangis Anisa baru berhenti saat kak Fatimah sudah di
kebumikan.
****
Satu minggu kemudian, ia berkunjung ke makam kak Fatimah. Ia
mengusap-usap batu nisan kak Fatimah sambil berkata “kak, sekarang Anisa sudah
berhijab. Anisa janji tiap kali akan bertemu dengan kakak, Anisa akan memakai jilbab
yang kakak berikan.” Begitu katanya sambil tersenyum.
****
0 comments:
Post a Comment